Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2018

Apakah

Apakah, api yang membakar kayu-kayu itu menjadi abu, pernah bertanya rasanya ketika ia bakar, ketika ia hancurkan, Apakah, angin yang menjatuhkan, dan memisahkan daun-daun, dari rantingnya, pernah bertanya rasanya dijatuhkan, dibuat jauh dari yang membuatnya menjadi hidup, Apakah, ombak-ombak di lautan, pernah bertanya, pada buih-buih yang dimilikinya, rasanya menjadi bait dalam puisi, tapi tidak dimaknai sepenuh hati, Apakah, kamu, pernah bertanya, pun dengan diksi yang berbeda, bermakna sama, kepada ku?

Perkara Kebaikan

Kamu senang dia bisa membantumu, padahal itu juga karena kamu pernah membantunya. Kamu senang ada yang memperhatikanmu, padahal itu karena kamu memperhatikannya. Kadang-kadang kita lupa, dampak baik melakukan kebaikan. Kamu suka membantu orang lain, Kamu suka menolong orang lain, dengan pekerjaannya, dengan mendengar keluh kesahnya, dengan memahami masalah yang dihadapinya, dengan tidak berkomentar jahat terhadap apa yang menimpa dirinya, pun pada yang ditimpakannya pada orang lain. Kadang-kadang kita lupa, kebaikan bisa dilakukan dengan cara apa saja. Kamu senang dia selalu menerimamu, Kamu senang dia selalu bertutur kata dengan baik padamu, itu karena kamu juga berlaku begitu. Tapi, kebaikan tidak selalu menunggu kamu-melakukan-sesuatu-lalu-dibalas-pula-dengan-cara-itu. Kebaikan yang kita, dia, atau siapapun lakukan, pun harus tulus dari hati, dari kemauan diri. Kalau kamu berlaku baik tapi tidak direspon baik, jangan berkeluh kesah, jangan gelisah. Bar

Kesalahan

Memang mudah mencari-cari kesalahan, membuat bahan perdebatan, membuat segalanya menjadi beban. Yang sulit adalah mau mendengarkan, mau menerima alasan, mau memberi solusi atas permasalahan.

Pura-pura

Kadang-kadang kita tahu, tapi pura-pura tidak tahu. Kadang-kadang kita tidak tahu, tapi pura-pura tahu. Hidup ini akan selalu : penuh dengan pura-pura. Pura-pura percaya, padahal kita tau dia berdusta. Pura-pura tega, padahal sungguh hati kita tak tega. Pura-pura cinta, padahal tak sedikitpun ada rasa. Pura-pura tidak kecewa, padahal luar biasa rasa sakitnya. Pura-pura tak mendengarkan, padahal sungguh mendengar dan merasakan. Kalau terus-terusan berpura-pura, kapan bisa menunjukkan yang sesungguhnya? Kamu bilang kamu suka senja, tapi tak pernah sekalipun kamu menatapnya. Kamu bilang kamu suka warna jingganya, tapi tak pernah sekalipun kamu menghargai warna jingganya. Kamu hanya berpura-pura suka. Lalu, kapan kamu berencana mengatakan yang sesungguhnya? Pun kepura-puraan itu, Aku bilang aku tidak tahu, padahal aku tahu. Aku bilang itu bukan salahku, padahal aku tahu itu tanggung jawabku. Jangan banyak berharap, hidup ini pura-pura. Sudah kuperingat

"Tanpa Judul."

“Dia tidak pernah mau mendengar penjelasanku.” “Lalu?” “Ya begitu.” Perempuan itu terus mendengarkan dengan seksama, sesekali menganggukkan kepalanya. “Jadi, begitu ceritanya?” “Iya. Dia egois sekali.” Perempuan itu menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga. “Aku juga tidak pernah mendapat penjelasan tentang kejadian di malam itu.” –Katanya, dalam diam. “Kamu juga egois sekali.” –Katanya sekali lagi, tetap dalam diam. Dalam hatinya.  [Introduction –Tanpa Judul]

Sendu

Kau sungguh: Menciptakan luka-luka menggores hati, Masuk hingga ke sanubari. Merubah syair-syair malam, menjadi sendu, Merebut tahta rindu. Kau melukai, aku. mengusik kalbu.