Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Secangkir Kopi, dengan, atau tanpa gula?

Seperti secangkir kopi yang butuh proses dalam membuatnya, jatuh cinta juga begitu. Seperti secangkir kopi yang membutuhkan komposisi-komposisi di dalamnya, jatuh cinta juga begitu. Seseorang pernah berkata, ia tidak menyukai gula di dalam kopi hitamnya, karena ia tidak ingin memberi rasa manis dalam hal-hal yang memang di kodratkan pahit. Tapi, mungkin orang itu salah. Toh cinta itu juga pahit, tapi tetap ada rasa manis di dalamnya, kan?

Secangkir Kopi

Dalam dunia medis, jatuh cinta diartikan sebagai suatu peristiwa yang dipengaruhi oleh hormon. Pertama, hormon yang membuat kita merasakan seperti sedang ‘kecanduan’. Seperti halnya meminum secangkir kopi pagi ini, lalu esoknya, dan esoknya lagi. Seakan-akan tidak ada pagi tanpa secangkir kopi. Kedua, hormon yang membuat kita merasa berdebar-debar, telapak tangan berkeringat, denyut jantung tidak karuan. Persis seperti saat seseorang terlalu banyak menenggak kopi. Lalu yang ketiga, ada hormon yang berkurang jumlahnya, hormon yang membuat kita terasa mengantuk. Sehingga saat kita jatuh cinta, mengantuk akan jarang sekali kita rasakan. Yang ada hanya rasa berdebar dan susah tidur, melamun di malam hari tanpa alasan yang pasti. Dan lagi, sama seperti secangkir kopi, yang membangunkan orang dalam tidur lelapnya. Lantas, bolehkah aku menganggapmu sebagai secangkir kopiku?

Komentarin Orang, salah gak sih?

Pasti di antara sekian banyak pengguna sosial media, banyak sekali yang suka nge share sesuatu, atau mengomentari sesuatu. Ntah tentang kehidupan pribadinya yang di share , aktifitasnya dia sehari-hari, hal-hal yang dia sukai, etc. Ga cuma hal yang di share aja yang beragam, tapi komentar netizen yang budiman juga, lebih beragam. Contoh komentar yang paling sering saya jumpai: “Ih dia suka snapgram ga penting.” “Apaan sih lo ga penting banget dah.” “Kaya ginian di post.” Dan lain-lain. Sebenarnya, berkomentar akan jadi fine-fine aja asalkan komentar kita sifatnya mendidik, membangun, mengkritisi dengan solusi, dan lain-lain. (Tidak hanya sekedar untuk komentar postingan orang sih, ini berlaku dalam ngomentarin semua aspek kehidupan). Tapi, kalau udah nyinyir ga karuan, dan nganggep komentar kalian biasa aja padahal sebenernya nyablek banget, ok maybe you should check your personality. Karena kita tidak pernah tahu seberapa besar pengaruh ucapan kita untuk kehi

67:13

وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوا بِهِ ۖ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ "Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati."

2:216

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

Perempuan di Tepi Jendela

Seorang perempuan duduk, di tepi jendela. Memandang fajar, dengan seksama. Kemarin pagi kamu masih menggerutu, kesal! Katamu. Masih mencari-cari, aku. Namun kemarin malam, kamu sudah, huh, bersama yang baru. Kata perempuan itu, di tepi jendela, minggu lalu.

Tentang Kebohonganmu

Hujan turun di malam itu. Saat aku mengetuk-ngetukkan jari di atas meja, mempertimbangkan: Apa perlu aku menyampaikan, bahwasanya aku sudah tahu kebohonganmu, yang kau sembunyikan sejak dulu? Ah, tidak usah. Nanti kamu marah.

19 November 2017

Saat harum hujan, bau tanah, dingin menyerbu. Dimana kamu? Sungguh ada yang sedang merindu, menatap lekat-lekat potongan pizza di hadapannya. Ah! Black pepper adalah favoritmu.